Setiap kali dengar kata Lembang, yang terbayang dalam pikiranku hanya Kampung Daun.Aku memang penasaran abis dengan tempat ini. Awalnya dulu waktu aku baru lulus kuliah sempat numpang di rumah saudara di
Jujur sih ikutan nguping dan tanpa sadar jadi penasaran sampai tua(weleh) dan ya ampyun.... ternyata baru kesampaian setelah berbuntut 1...hehehe
Sekilas info,Jam buka resto cafe ini mulai pukul 11.00 hingga 23.00 WIB.
Sedangkan geografisnya,Kampung Daun terletak di sebuah lembah kecil di kawasan wisata Cihideung, di belahan utara Bandung, tepatnya di dalam perumahan Trinity Bandung,Lembang. Jadi dari Jalan Sersan Bajuri kita harus cari penunjuk arah menuju resto ini yang mengarah masuk ke dalam sebuah perumahan mewah walau begitu gampang kok carinya. Dinamakan Kampung Daun karena katanya dulunya tempat ini dipenuhi daun-daun labu siam.
Pendirinya itu Ruth Tamzil de Fernandes (kayaknya sih orang Belanda ya),awalnya dia terinspirasi utk membuat saung sederhana sebagai tempat makan sekaligus tempat melepas penat dengan suasana seakan-akan kembali ke desa ,tentu saja dengan harapan tempat itu tenang dan damai.Ide itu semakin berkembang ketika di Indonesia sedang marak-maraknya kerusuhan.(Patut dicontoh, dalam keadaan negative kita tetap bisa menghasilkan hal yang positif)
Kampung daun ini memiliki tema Culture Galery & Café,jadi tidak usah heran kalau tempat makannya terdiri atas saung2 lesehan dengan arsitektur khas jawa barat (well.. restoran model saung sekarang sudah banyak kita temui tapi tetap saja Kampung Daun menurutku masih paling unik).
Yang menarik tentu saja pemandangan dan suasana yang ditawarkan restoran ini.Lokasinya diapit oleh 2 tebing batu alami dan dialiri sungai dari Gunung Burangrang.
Untuk menuju saung-saung tersebut kita dituntun sebuah jalan yang difinish batu alam,berundak-undak dengan beragam flora indah di sekitarnya diiringi suara gemercik air sungai bersautan dengan gemuruh air terjun menjadikan suasananya gimanaaa gitu…
Belum lagi aksen khas Sunda seperti kap lampu dari anyaman bambu,toilet berupa bilik bamboo,tiang obor (katanya sih kalau malam penerangannya dari obor),jembatan kayu dan alunan gamelan sunda ,serasa di kampung manaaa gitu… mana dong?(aku
Asyiknya lagi, ditiap saungnya itu disediakan bantal dan matras…duh jadi pengen tiduran.(aku sampai hunting orang yang benar-benar tidur siang di saung, ternyata banyak lho hihihi)
Nah untuk soal makanannya sih menurutku standard banget rasanya.
Makanan yang ditawarkan sebagian besar makanan tradisional.Waktu itu aku pesan gurame goreng (jujur rasanya anyep) sedangkan suamiku pesan nasi bakar (nah yg ini rasanya lumayan).Tehnya rupanya menggunakan produk Dilmah jadi menurutku ya enak.Kita juga sempat memesan Serabi yang ditaburi keju dan susu dengan assesories strawberry di atasnya.Aku sulit membedakan serabi yang enak dan tidak enak karena menurutku rasa serabi dimana-mana sama.
Waktu itu suasananya tidak ramai (minggu di bulan tua) jadi pesanan makanannya datangnya tdk terlalu lama, tapi sempat khawatir juga sih soalnya lokasi antar saung kan tidak berdekatan belum lagi dapurnya yang lokasinya entah tersembunyi dimana, jadi yang terbayang buatku bagaimana para pelayan mereka jumpalitan sana sini menerima dan mengantar puluhan pesanan, lha wong waktu kita mau pesan makanan aja celingak celinguk dulu cari pelayan padahal udah pukul kentongan (setiap saung ada kentongan) tetep aja gak ada yang nongol hehehe (seingatku aku nyamperin pelayan yang kebetulan lagi lewat).
Setelah puas ngaso dan foto-foto(of course…) dengan berat hati kami meninggalkan Kampung Daun,tentu saja dengan harapan suatu saat bisa mengunjungi tempat itu lagi terutama pengen nyobain tidur siang di situ hehehe